Sejarah Desa

 

DESA BANTERAN SEBELUM TAHUN 1912

 

Pada masa itu masih masa penjajahan Belanda, sehingga tentu saja semua infrastruktur desa mengikuti pranata pada jaman itu. Pemimpin desa di sebut Bekel yang berkuasa meliputi padukuhan tersebut. Padukuhan Karangtengah dipimpin Bekel Mardjipan, dimana wilayahnya meliputi grumbul Karangtengah wetan dan Karangtengah kulon. Padukuhan Banteran dipimpin Bekel Noeryasin, wilayah kerjanya meliputi grumbul Banteran kulon dan Banteran wetan. Padukuhan Kradenan dipimpin Bekel Wangsadjaya, wilayah kerjanya meliputi grumbul Kradenan kulon dan Kradenan wetan.

Walau nama-nama Bekel dan kedudukannya masih banyak dikenali, dan masih ada anak-cucu keturunannya yang masih hidup, tapi pada dasarnya tim penulis hanya punya informasi yang sangat terbatas, data yang sedikit dan bukti fisik yang hampir nihil, yang dapat menggambarkan secara utuh sosok pimpinan desa pada tahun sebelum 1912 itu. Fakta sejarah yang nyata adalah pada masa sebelum tahun 1912, desa Karangtengah, Banteran dan Kradenan adalah desa otonom yang masing-masing mempunyai pemerintahan sendiri dan luas wilayah tersendiri pula.

Fakta sejarah itu senang atau tidak ternyata berpengaruh sangat signifikan terhadap pola kebersamaan pada saat ini, dalam kontek desa Banteran kadang ada friksi tanjam antar grumbul ini karena integrasi menjadi satu desa Banteran, memang bukan sesuatu yang langsung jadi, tapi sesuatu yang harus terus menerus dikelola dengan cerdas oleh semua pimpinan yang saat ini, atau pimpinan siapapun di masa datang. Tangtu, lokasi makam atau petilasan para bekel diatas sampai saat ini juga belum ditemukan dan sangat sedikit informasi dan gambaran sosok bekel-bekel itu yang didapat dari para anak keturunan yang saat ini masih hidup.

Dari kompilasi data babad Banyumas, pada masa itu struktur pemerintahan di desa-desa di kabupaten Banyumas adalah sebagai berikut : Desa dipimpin oleh Bekel, dibawahnya ada, Bau,Pulisi desa,Sedang jabatan diatasnya adalah Asisten wedana, Wedana, Bupati dan seterusnya. Untuk desa Banteran masuk wilayah Asisten wedana Sumbang, Kawedanan Sokaraja dan Kabupaten Banyumas. Pada tahun 1912, yang menjabat sebagai Bupati Banyumas              

Pada saat itu adalah  : KPA MARTADIREDJA III ( th 1879 – 1913 ).

 

Dari informasi yang sangat minim ini, dapat di ungkapkan di sini bahwa Bekel Mardjipan adalah merupakan kakek dari lurah Marta Soedarma, dan kuburanya terletak di sebelah utara kuburan lurah Marta soedarma, ini perlu di cek lagi di kuburan Karangtengah.

Bekel Noeryasin, berasal dari Banteran kulon, rumahnya ada di komplek masjid Banteran kulon di komplek bapak Marzuki, anak keturunan yang masih ada adalah P Sarwono, yang merupakan kaur umum desa Banteran saat ini, makam bekel Noeryasin di kuburan Banteran kulon, tetapi sudah tertutup makan yang lain yang baru, sehingga kuburan tidak terlacak.

Bekel Wangsadjaya, merupakan orang tua kandung lurah Poerwawijaya, menurut penutur lesan pada jaman bekel Wangsadjaya memerintah desa Kradenan, Poerwawidjaya sebagai perangkat yaitu Bau, orang tua Wangsadjaya dari desa Kradenan wetan.

Bekel Wangsadjaya, memerintah desa Kradenan sampai masa masa terakhir pada saat penggabungan tiga desa yaitu desa Karangtengah, desa Banteran dan desa Kradenan menjadi satu desa, desa Banteran seperti saat ini.

Karena tekanan ekonomi yang cukup berat pada dekade abad sembilan belas, pemerintah kolonial Belanda, membuat aturan baru di wilayah jajahan tlatah Banyumas, yaitu dengan cara penggabungan dan pemecahan desa-desa di wilayah kabupaten Banyumas. Salah satu imbas dari aturan ini adalah desa otonom Karangtengah, desa Banteran , dan desa Kradenan digabung jadi satu desa menjadi DESA BANTERAN.

Penggabungan tiga desa ini terjadi pada tahun 1912 an, ini dihitung dari masa siapan jaman lurah Sandimedja, pada tahun 1945, dan dihitung mundur disesuaikan dengan lama pemerintahan lurah-lurah yang ada yaitu : Lurah Sandimedja     1 th, lurah Marta Soedarma     10 tahun, dan lurah Poerwawijaya   21 tahun. Maka dapat diperkirakan lurah pertama Banteran yaitu lurah Poerwawijdjaya dilantik pada tahun 1912.

Hal ini dilakukan karena tidak ada penanda bukti otentik, yang dapat digunakan untuk menentukan kapan mulai memerintah lurah pertama Banteran yaitu lurah Poerwawidjaya. Tapi ini juga sudah dikompilasi dari buku babad Banyumas, memang benar pada tahun sekitar 1912 pemerintah kolonial Belanda mengadakan penggabungan dan pemecahan desa-desa di kabupaten Banyumas. Tetapi bukti otentik berupa surat kekancingan (SK ) lurah Poerwawidjaya perlu terus di cari dan kompilasi dari buku-sejarah Banyumas yang lain, agar dapat secara jelas para anak cucu mampu mempelajari sejarah desanya , bukan cuma dari penuturan lesan tapi dengan sejarah tulis walau belum sempurna, menjadi tugas generasi penerus untuk mengkaji kembali sejarah desa Banteran pada masa mendatang sampai menemukan bukti sejarah yang lebih otentik.Bukti otentik itu adalah surat kekancingan (SK) pengangkatan lurah Poerwawidjaya, bila surat kekancingan ini bisa ditemukan akan menjadi penanda sejarah yang akurat.

Pada saat ini kita tidak perlu memperdebatkan dengan tajam kapan berdirinya desa Banteran yang valid, yang terpenting justru penanda jaman ini digunakan sepenuhnya untuk melihat kekurangan dan kelebihan pemimpin-pemimpin kita pada masa lalu untuk mendorong lebih maju lagi desa Banteran pada masa depan.

Ada banyak peristiwa sejarah dari lurah-lurah terdahulu yang dapat digunakan saebagai pelajaran berharga bagi pemimpin-pemimpin yang sedang berkuasa saat ini. Ini akan mendorong para pimpinan berbuat yang terbaik untuk kebesaran desa Banteran, dan kelak akan tertulis dengan tinta emas oleh para anak cucu kita. Belajar sejarah ternyata tidak hanya melihat penanda waktu atau mempelajari masa lalu yang kering dan tanpa makna, tapi yang terpenting belajar dari kearifan lokal pemimpin-pemimpin pada masa lalu untuk mencari solusi yang terbaik demi kesejahteraan dan kebesaran desa Banteran.

 

 

DESA BANTERAN SAAT INI

 

Merupakan salah satu desa besar yang terletak di kecamatan Sumbang, kabupaten Banyumas, dengan infrastruktur desa yang lengkap, didukung oleh sumber daya alam yang subur, sumber air yang cukup dengan lahan pertanian lebih dari 60 % dari total wilayah desa Banteran. Sumber daya manusia yang cukup berkualitas dengan tingkat pendidikan yang berangsur-angsur membaik, hal ini didukung oleh sarana prasarana pendidikan yang makin lengkap, mulai dari PAUD, TK, SD dan SLTP baik negeri maupun swasta yang ada di desa Banteran. Mungkin pendidikan lanjutan berupa SLTA saat ini sudah menjadi kebutuhan mendesak, dan sangat diharapkan oleh semua masyarakat Banteran, umumnya kecamatan Sumbang. Desa Banteran telah siap menyediakan lokasi strategis untuk SLTA dengan harapan tanah banda desa yang akan digunakan sekolahan dapat tanah penggantinya.

Dibanding desa-desa lain di kecamatan Sumbang, desa Banteran tidak terlalu ketinggalan dan secara umum mampu mengikuti semua program pemerintah baik dari kecamatan atau tingkat kabupaten. Semua program pembangunan di desa Banteran, diharapkan untuk dapat mendudkung kemajuan dan kemakmuran masyarakat, dan mendorong kemandirian usaha perekonomian yang terpadu dan terukur dengan parameter yang jelas, sehingga desa dan masyarakat memahami apa yang akan dilakukan secara bersama, menuju desa Banteran menjadi lebih baik di masa depan.

Dengan dana pembangunan yang sangat terbatas, kira-kira tiap tahun alokasi dana pembangunan riil hanya sekitar 100 juta, atau hanya 33 % dari total APBDes desa Banteran, sedang yang lain 67% nya digunakan untuk anggaran rutin. Pembangunan sarana prasarana lain, didukung oleh program pemerintah yaitu PNPM yang secara kontinyu dapat alokasi yang maksimal, dan hasil pembangunan lansung dirasakan oleh warga masyarakat. Upaya lain yang dilakukan desa adalah mengajukan proposal pada instansi tertentu yang selama ini ada dana yang dapat disalurakan ke desa baik dari instansi tingkat kabupaten, propinsi atau pusat. Secara umum hampir setiap tahun anggaran,desa Banteran selalu mendapat alokasi dana pembangunan yang berawal dari mengajukan proposal, atau proyek tiban yang datang disetiap akhir tahun anggaran berjalan.

Tetapi tetap saja masyarakat masih merasa bahwa dana pembangunan yang digelontorkan pemerintah selama ini belum mampu membawa kamajuan ekonomi dan membawa kemakmuran bagi masyarakat. Malah justru masyarakat merasa hidup menjadi semakin berat, dan perekonomian menjadi makin sulit, kwalitas hidup makin menurun.

Anomali seperti ini menjadi fenomena umum hampir seluruh desa di Indonesia, hal ini disebabkan oleh kesenjangan antara perencanaan dan tahap pelaksanaan dari pusat sampai ke desa. Hampir semua desa, terutama desa-desa di kecamatan Sumbang, juga termasuk desa Banteran, memprioritaskan pembangunan fisik berupa infrastuktur sarana dan prasarana jalan dan sarana lain, sementara untuk penguatan ekonomi menjadi prioritas nomor sekian. Memang pembangunan fisik menjanjikan ujud nyata, dan dapat dilihat langsung dan secara instan, ini dampak dari kewajiban pengelola desa harus mempertanggung jawabkan secara rutin tiap akhir tahun anggaran. Sehingga pembangunan fisik menjadi pilihan yang harus dilakukan oleh semua kepala desa.

Kontradiksi ini akan di jawab dengan kembali pada kearifan lokal dan belajar dari jejak sejarah pembangunan desa yang kalau di desa Banteran telah memasuki era satu abad. Dengan belajar dari sejarah desanya sendiri, mudah-mudahan para pengelola desa pada saat ini akan menemukan jalan keluar yang terbaik, untuk membanguna Banteran dengan cara dan tekad yang berbeda dengan desa lain.

Mengawali sesuatu yang baru memang tidak mudah, karena belum ada contoh dan tidak ada referensi,tetapi kembali ke jati diri desa adalah sebuah keniscayaan, dan sesuatu yang harus diperjuangkan sampai kapan pun.Momen 100 tahun desa Banteran menjadi pijakan awal membangun Banteran dengan paradigma baru.